Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu (2/2/2022) mengadakan ekspose perkara korupsi Dana Pemulihan Ekonomi (Dana PEN) yang melibatkan Bupati Kolala Timur serta mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) (MAN). Tak biasanya, Irjen Kemendagri Tumpak Simanjuntak hadir dalam dalam ekspose perkara ini.
Namun kali ini, dalam ekspose perkara Dana PEN, hadir Irjen Kemendagri Tumpak Simanjuntak mendampingi Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dan Deputi Penindakan KPK, Karyoto.
Kehadiran Irjen Kemendagri di KPK merupakan bukti keseriusan Kemendagri untuk mengambil hikmah atas kasus ini dan menerangkan ke publik langkah-langkah pencegahan ke depan.
Tumpak hadir di Gedung KPK Rabu, 2 Februari 2022, pukul 17.30 WIB. Irjen Tumpak mengatakan, pimpinan dan jajaran Kemendagri sangat menghormati proses hukum. "Meskipun ini kasus individual, ini sekaligus input bagi Kemendagri untuk lebih memperkuat mitigasi kedepan," jelasnya.
Tumpak mengatakan pihaknya mengevaluasi kembali urgensi pertimbangan dari mendagri khusus terkait dengan PEN berdasarkan mitigasi atas potensi-potensi resiko yang dinilai dari setiap tahapan.
Dijelaskan Tumpak, Mendagri menyurati Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setelah mantan Dirjen Keuda Kemendagri inisial MAN jadi tersangka KPK. Surat itu dilayangkan guna Kemendagri tak lagi dilibatkan dalam pertimbangan untuk pengajuan dana PEN.
"Kami sampaikan di sini bahwa Bapak Mendagri atas hasil pembahasan kolektif di Kemendagri telah mengirimkan surat ke Kementerian Keuangan bahwa tidak perlu lagi keterlibatan Bapak Mendagri di dalam memberikan pertimbangan (pengajuan dana PEN)," kata Irjen Tumpak, Rabu (2/2/2022).
Tumpak mengatakan pertimbangan itu memakan waktu tiga hari. Hal itu, katanya, tak cukup untuk melakukan kalkulasi yang komprehensif.
"Yang hanya diberikan waktu tiga hari sebenarnya, nah sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan kalkulasi dari berbagai aspek secara komprehensif. Oleh karena itu, diputuskan, dikirimkan surat dari Mendagri ke Menkeu untuk tidak lagi ikut memberikan pertimbangan ini," katanya.
Kemudian, Tumpak mengatakan surat itu juga meliputi soal tugas-tugas lain. Salah satunya adalah evaluasi RAPB yang disebut memiliki waktu terbatas.
"Nah, kemudian, tugas-tugas lain yang juga berpotensi risiko, seperti evaluasi RAPBD, dengan adanya penggunaan teknologi informasi saat ini di dalam evaluasi RAPBD dan juga dengan adanya keterlibatan berbagai pihak, baik di lingkungan Kemendagri maupun eksternal, seperti BPKP dalam evaluasi, meskipun waktu evaluasi itu juga kadang sangat terbatas," ujarnya.
Tumpak menjelaskan pihaknya berusaha maksimal untuk menghindari adanya celah korupsi dalam evaluasi RAPBD. Salah satu upayanya adalah mengurangi pertemuan langsung.