Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sangat intensif mengarahkan jajarannya untuk segera mengambil langkah-langkah untuk mendukung pelaksanaan UU Cipta Kerja di daerah. Salah satu langkah tersebut adalah dengan mengidentifikasi Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala daerah (Perkada).
Mendagri melalui Dirjen Otonomi Daerah, Akmal Malik sukses mengidentifikasi segenap Perda dan Perkada yang akan terdampak dari diberlakukannya UU Cipta Kerja.
"Sebanyak 34 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota telah diinventarisir. Hasilnya yang akan terdampak dari UU Cipta Kerja adalah 874 Perda Provinsi, 854 Pergub," kata Dirjen Akmal dalam keterangan yang diterima media ini, Rabu, (13/10/2021).
Seterusnya dijelaskan Dirjen Akmal yang akan terdampak dari UU Cipta Kerja, sejumlah 9.389 Perda Kabupaten/Kota dan 5.850 Peraturan Bupati dan atau Peraturan Walikota.
Akmal mengungkap, sepanjang periode 2015-2021, jumlah Perda dan Perkada di seluruh provinsi di Indonesia adalah 2.091 Perda dan 13.061 Perkada. Rinciannya, pada tahun 2015 terdapat 284 Perda dan 1.762 Perkada. Pada tahun 2016, terdapat 367 Perda dan 2.616 Perkada.
Kemudian, pada tahun 2017, terdapat 360 Perda dan 2.061 Perkada. Disusul 384 Perda dan 2.140 Perkada pada tahun 2018. Selanjutnya, pada tahun 2019, 403 Perda dan 1.922 Perkada. Seterusnya pada tahun 2020, Perda sebanyak 220, sementara Perkada 1.997. Terakhir, dijelaskan Dirjen Otonomi Daerah, pada tahun 2021 ada sejumlah 89 Perda dan Perkada 563.
Kini, dengan UU Cipta Kerja, total 10.263 peraturan daerah (perda provinsi, kab/kota) dan 6.704 peraturan kepala daerah yang akan terdampak.
Melalui UU Cipta Kerja pemerintah berupaya untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi. UU ini merupakan strategi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha dalam rangka peningkatan investasi.
Selain itu, UU ini juga disusun untuk menyelesaikan hambatan dalam berinvestasi, khususnya dikarenakan panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang masih saling tumpang tindih, serta banyaknya regulasi yang tidak harmonis khususnya pada regulasi daerah dan pusat.