Kemendagri Pantau APBD Sulut 2022: Aneh!! Ada Kabupaten Realisasi Belanjanya Baru 4,76 Persen

Wed 13-Jul-2022 20:34:07 | KEUANGAN DAERAH | Admin
Kemendagri Pantau APBD Sulut 2022: Aneh!! Ada Kabupaten Realisasi Belanjanya Baru 4,76 Persen Realisasi belanja Kabupaten Boolang-Mongondow Timur terendah se Sulut, hanya 4,76 persen hingga akhir Juni 2022. Foto: Ist
BITUNG -- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berulang kali mengingatkan pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Realisasi APBD memiliki peran vital mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, sebagai stimulus bagi terciptanya efek berganda (multiplier effect) terhadap perputaran ekonomi di sektor pemerintah maupun swasta.

Pesan Mendagri tersebut mewarnai Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Keuangan Daerah Se-Provinsi Sulawesi Utara di Ruang Sarundajang, Kantor Walikota Bitung, Sulut, 12 Juli 2022.  Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ahmad Fatoni, menjadi narasumber kunci pada kegiatan ini, bersama narasumber lainnya, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Sulawesi Utara,  Femmy J. Suluh,  dan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sulawesi Utara, Olvie Atteng.

Sejumlah capaian realisasi APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Sulawesi Utara yang terungkap dalam rakor menggambarkan masih terbuka ruang yang luas bagi peningkatan kinerja APBD sejumlah daerah. Kesenjangan antara daerah dengan capaian realisasi tertinggi dan daerah dengan capaian terendah cukup lebar, sehingga memerlukan monitoring dan tindak lanjut lebih intens.

Menurut data yang dipaparkan dalam rakor, hingga akhir Juni 2022 realisasi belanja APBD  Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp4.028,84 triliun  atau sebesar 30,17 persen. Kota Bitung mencatat realisasi tertinggi, dengan presentase sebesar 43,51 persen, sedangkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur  mencatat realisasi terendah dengan presentase sebesar 4,76 persen.

Fakta rendahnya realisasi belanja Boolang Mongondow Timur ini mengejutkan, terlebih mengingat masa anggaran TA 2022 sudah mencapai satu semester atau tepatnya setengah tahun lebih.

Dalam rakor diakui bahwa pemahaman aparat dalam penerapan regulasi di bidang pelaksanaan, penatausahaan, akuntansi dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah masih perlu ditingkatkan. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi APBD beberapa daerah.

Selain itu, sinyalemen yang sering diungkapkan oleh Mendagri maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tentang dana APBD yang mengendap di perbankan, terungkap juga dalam raker. Terdapat indikasi uang kas yang tersimpan di perbankan diorientasikan sebagai tambahan Pendapatan Asli Daerah/PAD (melalui bunga simpanan). Lebih jauh, terungkap juga  adanya sisa dana penghematan/pelaksanaan program kegiatan  termasuk sisa Dana Transfer seperti DBH Dana Reboisasi dan DBH Cukai Tembakau yang belum digunakan.

Faktor lain yang menyebabkan lambatnya realisasi APBD adalah keterlambatan pelaksanaan lelang, padahal sudah ada aturan lelang/kontrak pengadaan dini yang seyogyanya dapat mencegah penundaan lelang. Diakui juga bahwa adanya penjadwalan kegiatan/sub kegiatan pada SKPD yang kurang tepat, mengakibatkan  perubahan Anggaran Kas Pemda dan Surat Penyediaan Dana (SPD) sehingga memperlambat pengadaan kegiatan.

Rendahnya realisasi APBD tidak  terlepas dari faktor-faktor teknis seperti kegiatan fisik yang harus menunggu selesainya kegiatan perencanaan atau Detail Engineering Design (DED). Ini mengakibatkan beberapa kegiatan kontraktual belum dapat dilaksanakan, termasuk kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Untuk mendorong akselerasi realisasi APBD, Kemendagri menempuh strategi monitoring berbasis data aktual dengan pendekatan lebih mikro. Kemendagri melalui Ditjen Keuangan Daerah mejalankan evaluasi berkala untuk memantau realisasi belanja dengan menyisir satu per satu provinsi di seluruh Indonesia.

Kemendagri menekankan perlunya menyusun anggaran kas Pemda yang akuntabel dengan prinsip kehati-hatian sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan. Penganggaran kembali Sisa Lebih Anggaran Belanja Transfer  perlu dipercepat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemendagri juga mendorong percepatan pelaksanaan pengadaan dini, dan percepatan pengajuan tagihan pembayaran oleh pihak ketiga  yang selama ini ikut menjadi faktor rendahnya realisasi belanja. 

Selanjutnya yang dipandang tidak kalah penting adalah peningkatan kapasitas SDM di daerah untuk melakukan perencanaan secara akurat, tepat dan prudent. Pelatihan pengelolaan keuangan daerah diharapkan lebih intensif dan melibatkan unsur-unsur pemerintahan yang lebih luas dan relevan.

Rakor dihadiri antara lain oleh Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Sulawesi Utara,  Femmy J. Suluh, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sulawesi Utara, Olvie Atteng, Walikota dan Wakil Walikota Bitung (Maurits Mantiri dan Hengky Honandar), Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bitung  Rudy Theno, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota (Pemko) Bitung, Franky Sondakh, Koordinator Staf Ahli Wali kota dan Wakil Wali Kota Bitung, Petrus Tuange, Kepala Badan BKAD dan Bapenda Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sulawesi Utara serta Kepala OPD Kota Bitung dan Camat Seluruh Kota Bitung.###

Leave Your Comments