Blessing Pemekaran Papua,  "Dulu Kita Setengah Mati untuk Sekolah, Sekarang Bisa Kuliah ke Amerika"

Sun 12-Jun-2022 17:01:56 | OTONOMI DAERAH | Admin
Blessing Pemekaran Papua,  "Dulu Kita Setengah Mati untuk Sekolah, Sekarang Bisa Kuliah ke Amerika" Asna Kristina Krebu dalam upacara wisuda di Universitas Canberra, Maret tahun 2012. Asna adalah angkatan pertama Orang Asli Papua di era Otsus yang menempuh pendidikan di luar negeri atas beasiswa pemerintah. Foto: BBC Indone
JAYAPURA -- Bupati Mamberamo Raya, John Tabo, mengajak masyarakat Papua bersyukur dan jujur membuka diri terhadap berbagai berkat yang dihasilkan oleh kebijakan pemekaran wilayah di Bumi Cendrawasih.

Di antaranya berkat di bidang pendidikan.

"Dulu kita setengah mati untuk sekolah, tetapi sekarang, kita dikasih biaya dari otonomi khusus hingga bisa ke Amerika, Australia, dan kemana-mana," kata dia, saat memberikan sambutan dalam acara "Rapat Khusus Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Sesuai Dengan Wilayah Adat Papua," di Suni Garden Lake Hotel & Resort Sentani, Jumat (10/6).

Dewasa ini lebih dari 3000 mahasiswa Papua duduk di bangku kuliah atas beasiswa dari pemerintah,  baik melalui dana Otsus maupun dari pemerintah daerah. 

Di antaranya 450 mahasiswa Papua menempuh studi di luar negeri.

Tahun ini ada sebanyak 204 mahasiswa Papua menempuh studi di Amerika Serikat.  

Sebanyak 68 mahasiswa  kuliah di Australia, 59 mahasiswa di Selandia Baru, 17 mahasiswa di Kanada, dan tujuh  mahasiswa di Jepang.

Selain itu ada 54 mahasiswa di Rusia, 16 mahasiswa di China, tujuh mahasiswa di Jerman, tiga mahasiswa di Inggris, masing-masing satu mahasiswa di Prancis, Filipina dan Singapura.

Banyak di antara penerima beasiswa berasal dari keluarga sederhana. Di antaranya Asna Kristina Krebu, sebagaimana dikisahkan oleh BBC Indonesia, tahun lalu.

"Kalau tanpa dana otsus, saya tidak akan pernah mendapatkan kesempatan itu karena saya dibesarkan di keluarga yang kedua orang tua saya cuma guru SD. Jadi peluang untuk bisa studi sampai di luar negeri itu tidak mungkin, mustahil ya, karena mahalnya biaya pendidikan di luar negeri kalau dengan biaya sendiri," kata Asna Kristina.

Perempuan yang kini berusia 40 tahun ini berasal dari Kampung Dosay, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura.

Ia mengikuti seleksi beasiswa tahun 2007 ketika bupati Jayapura ketika itu, Habel Melkias Suwae, merintis pengiriman mahasiswa ke luar negeri. 

Karena kemampuan bahasa Inggrisnya kurang memadai, Tina dan peserta lainnya diikutkan kursus intensif di Bali.

Tahun 2009, ia bersama 12 orang lainnya lolos seleksi dan diberangkatkan ke Australia, sebagai mahasiswa Papua angkatan pertama yang menempuh pendidikan di luar negeri di era Otsus.

Tahun 2011 ia menyelesaikan pendidikan strata-1 nya di Universitas Canberra, dari jurusan kajian internasional.

John Tabo mengharapkan kalangan terdidik Papua  turut mensosialisasikan manfaat pemekaran wilayah dengan penjelasan yang mudah dipahami.

"Buat adik-adik saya yang sudah berpendidikan S1 dan S2, berikan pandangan dengan bahasa yang sederhana sesuai dengan budaya kita," kata dia. ###

Leave Your Comments