Timbunan Sampah Di Daerah: Dari Semula Membebani APBD Menjadi Potensi PAD

Sun 01-May-2022 04:02:01 | PEMBANGUNAN DAERAH | Admin
Timbunan Sampah Di Daerah: Dari Semula Membebani APBD Menjadi Potensi PAD Oleh Kastorius Sinaga, Staf Khusus Mendagri Bidang Politik Dan Media

Dari Musyarawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2022 yang dibuka secara luring  oleh Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka Jakarta, Kamis, 28 April 2022, dan  dihadiri sejumlah Menteri terkait seperti Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, Mendagri, M. Tito Karnavian, Mensesneg, Pratikno, Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa dan Wamenkeu, Suahasil Nazara, sebuah temuan yang diungkapkan oleh Dirjen Bangda Kemendagri, Teguh Setyabudi, menarik perhatian saya.  

Pada sesi diskusi panel tingkat Eselon I antarkementerian pada Musrenbangnas itu ia menyebutkan bahwa pemerintah daerah pada umumnya mematok target pencapaian indikator makro pembangunan nasional di bawah rata-rata target nasional.

Belum optimalnya target yang ditetapkan pemerintah daerah seperti yang diungkapkan oleh Dirjen Bangda disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor yang paling utama adalah menurunnya realisasi pendapatan, terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat dampak COVID-19 selama dua  tahun terakhir. 

Kondisi kesulitan fiskal yang dihadapi Pemda tentu dapat dimaklumi. Namun hendaknya ini dijadikan sebagai pendorong bagi kepala daerah untuk melakukan berbagai inovasi, dan menghindari ritme kerja business as usual dikarenakan keadaan yang kita hadapi juga bukan situasi biasa. 

Di saat krisis lah biasanya pemimpin, dalam hal ini Gubernur, Bupati dan Walikota, ditantang untuk melakukan terobosan yang melahiran solusi. Inovasi dan terobosan diperlukan agar stabilitas fiskal dan realisasi penerimaan PAD dapat dipertahankan dan bahkan dapat ditingkatkan. 

Terobosan

Menteri Dalam Negeri  M. Tito Karnavian dalam berbagai kesempatan kunjungan kerja  ke daerah tidak pernah lupa untuk menekankan inovasi dan terobosan kepemimpinan daerah agar tidak hanya menyandarkan pendapatan pada penerimaan dari Pusat berupa dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Mendagri meminta Pemda untuk secara serius dan kreatif menggali dan merealisasikan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sumber pendapatan lainnya, yang masih terbuka untuk dieksplorasi.

Dalam tiga tahun terakhir, porsi PAD dalam APBD  masih tergolong rendah, yaitu berkisar di 24,7 persen, menurut data yang pernah diungkapkan oleh Menteri Keuangan. Ini menggambarkan masih belum optimalnya kemampuan daerah dalam menggali  dan merealisasikan potensi PAD. 

Bahkan sebaliknya, terlihat adanya kecenderungan semakin tingginya ketergantungan APBD kepada TKDD, diindikasikan oleh realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) yang sangat bias pada peningkatan belanja pegawai ketimbang belanja modal. DAU yang jumlahnya relatif besar, justru lebih banyak dijadikan sumber belanja pegawai, sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang jumlahnya relatif lebih kecil dan bersifat sebagai pelengkap, lebih diandalkan sebagai sumber belanja modal. Bila peningkatan belanja pegawai yang lebih dominan daripada peningkatan belanja modal,  tentu menjadi kurang optimal daya dorongnya bagi pertumbuhan ekonomi.

Inspirasi bagi kreativitas kepemimpinan dalam menggali potensi PAD sesungguhnya dapat diperoleh dari praktik-praktik terbaik (best practices) yang sudah dicoba dan dijalankan oleh berbagai daerah. Tentu tidak semua upaya percobaan atau eksperimen kebijakan itu langsung berhasil. Ada yang berproses dengan sangat dinamis, sebelum memberikan hasil yang menggembirakan, namun pada dasarnya yang hendak dikatakan ialah pentingnya mengambil terobosan kreatif yang dapat diterapkan secara efektif dan berkelanjutan.

Lebih jauh, upaya untuk menggali dan merealisasikan potensi PAD sesungguhnya dapat disandingkan dengan optimalisasi pelayanan publik untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. Upaya meningkatkan PAD justru bukan membebani masyarakat, melainkan bersinergi dengan akselerasi nilai tambah dalam roda ekonomi daerah. Hal ini dapat kita saksikan pada pengelolaan urusan persampahan di sejumlah daerah yang telah menunjukkan adanya upaya terobosan inovatif. 

Tiga Pemda

Kita mengetahui bahwa persampahan adalah urusan pemerintahan bersifat wajib pelayanan non dasar yang didelegasikan kepada Pemda sesuai  dengan UU No 23/2014 tentang pemerintahan daerah. Kemendagri juga sudah mengeluarkan berbagai panduan kebijakan, termasuk Permendagri No 7 tahun 2021 tentang retribusi sampah agar daerah dapat mengelola sampah secara berkelanjutan di atas prinsip ekonomi sirkular.

Catatan Kemendagri menunjukkan telah banyak Pemda yang menjalankan terobosan dalam pengelolaan sampah yang berdampak positif terhadap PAD. Di antaranya,  tiga Pemda,  yakni Kota Surabaya, Balikpapan, dan Kabupaten Banyuwangi yang menunjukkan kepeloporan dalam upaya menggali potensi PAD dari persampahan dengan cara yang tidak business as usual

Kota Surabaya, misalnya, telah mampu menghasilkan PAD dari pengelolaan sampah sebesar Rp60,68 miliar atau satu persen dari total PAD yang sebesar Rp6,06 triliun. Angka ini didapat dari sejumlah investasi prasarana publik yang membawa nilai tambah, di antaranya  dengan membangun infrastruktur Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) pertama di Indonesia. Inovasi ini telah diresmikan Presiden Joko Widodo.  PSEL yang berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo tersebut diketahui juga mampu menghasilkan listrik sebesar 9 Megawatt dari setiap 1.000 ton sampah per hari. 

Sementara itu Kota Balikpapan memperoleh PAD sebesar Rp15 miliar atau 1,76 persen dari total PAD sebesar Rp850 miliar pada tahun 2021. Hal ini diperoleh dengan menggerakkan masyarakat menggunakan teknologi modern yang ramah lingkungan, memanfaatkan rumah kompos, bank sampah terpadu, hingga mengoptimalkan pengelolaan sampah di TPA Manggar. Upaya lainnya yakni memacu penggunaan tas belanja pakai ulang yang diproduksi oleh UKM setempat, serta melibatkan multi stakeholders.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi mencatat PAD dari pengelolaan sampah sebesar Rp0,15 miliar atau 0,03 persen dari total PAD yang sebesar Rp518 miliar pada tahun 2021. Langkah ini didapat dari berbagai usaha, yakni mendorong warga untuk berinisiatif membersihkan lingkungan, dan menjadikan sampah sebagai barang dengan nilai jual tinggi. 

Melihat realitas ini, kiranya Pemda di seluruh Indonesia dapat melakukan upaya yang sama di daerah masing-masing. Dengan sinergisitas para pemangku kepentingan, kerja sama yang optimal, serta pengelolaan yang baik secara berkelanjutan, kesehatan struktur APBD bukan mustahil untuk bisa dicapai dari gagasan inovatif dalam pengelolaan sampah.

Dari Linear ke Sirkular

Konsep ekonomi sirkular yang kini menjadi kata kunci dalam paradigma pembangunan ekonomi global, harus menjadi kata kunci juga dalam pengelolaan dan pengalokasian APBD, khususnya terkait persampahan. Pendekatan konvensional berbasis ekonomi linear dengan model ‘buang-tumpuk-angkut’ lewat skema tipping fee sudah perlu ditinjau karena  akan membebani APBD secara terus menerus. 

Biaya tipping fee sampah relatif cukup besar, yaitu Rp100 ribu per ton. Bahkan di beberapa daerah dan kota dengan persoalan sanitasi dan sampah yang kronis, biaya tipping fee untuk angkut dan buang  sudah mencapai Rp300 ribu/ton. Maka tak mengherankan biaya sampah mencapai ratusan miliar per bulan. 

Rata-rata alokasi anggaran persampahan di dalam APBD tahun anggaran 2022, mencapai Rp160,47 miliar. Tiga provinsi tertinggi alokasi persampahannya dalam APBD untuk tahun 2022 adalah Jawa Barat sebesar Rp983,16 miliar, Jawa Timur  Rp726,41 miliar, dan Banten Rp426,25 miliar.  

Pada skala mikro inovasi dalam pengelolaan sampah di Indonesia telah banyak muncul, bahkan salah seorang aktivis lingkungan dari Bali, Made Janur Yasa, terpilih sebagai CNN Hero 2021 karena upayanya menjalankan  terobosan pengelolaan sampah berbasis komunitas di Bali. Di mancanegara, inovasi-inovasi demikian, seperti yang dilakukan oleh para pegiat lingkungan di India, juga telah sering kita baca dan saksikan.

Yang perlu didorong lebih gencar lagi adalah inovasi kolektif dan bila perlu dimotori oleh institusi publik, sehingga berdampak lebih luas. Tidak berlebihan bila kita dapat membayangkan dalam waktu tidak berapa lagi di masa mendatang, muncul pemda-pemda di Tanah Air yang dinobatkan sebagai hero dalam pengelolaan sampah, sekaligus inovatif dalam pengelolaan anggaran. 

Pengelolaan sampah yang berkelanjutan akan menimbulkan efek ganda, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berupa perubahan perilaku setiap individu masyarakat hingga ke ruang-ruang keluarga untuk lebih sadar akan kebersihan, kesehatan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Prakarsa pemerintah yang didukung oleh stakeholder terkait dapat dijadikan sebagai barometer awal perubahan tersebut. 

Dalam konteks ini sangatlah tepat kita mengutip kembali penegasan Mendagri Tito Karnavian saat meluncurkan aksi #Gilassampah di Kuta, pada 17 April lalu. Bahwa kebersihan daerah dapat menjadi cerminan pengelolaan pemerintahan suatu daerah. Kota yang bersih akan meningkatkan kenyamanan hidup masyarakat. Kota yang kotor menggambarkan tiadanya kepemimpinan (autopilot). Pengelolaan sampah yang baik, akan tercermin dari kotanya yang bersih, yang menjadi salah satu indikasi pengelolaan kota yang baik. Tidak berlebihan bila mengatakan bahwa memang sudah saatnya para Kepala Daerah mengubah timbunan sampah yang sangat membebani APBD menjadi peluang ekonomis dalam rangka meningkatkan PAD. *****


 Kastorius Sinaga, Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media. Foto: dok MDN News


 *) Artikel ini pertama kali dimuat di www.beritasatu.com pada 30 April 2022. Pemuatannya kembali di situs ini atas persetujuan penulis.

 

Leave Your Comments